Minggu, 11 Maret 2012

ASKEP PRILAKU KEKERASAN ujaulouta


ASUHAN KEPERAWATAN
PERILAKU KEKERASAN


PENGERTIAN

           Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart
dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif
dan maladaptif
            Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang
merupakan respon yang maladapt if, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang
menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang
dialami.
Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien
masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancamanancaman,
melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
melukai/ merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan.

FAKTOR PRESPITASI
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik) , keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan
konflikdapat pula memicu perilaku kekerasan.

RENTANG RESPON

                Adaptif                                                                                      Maladaptif
               ___________________________________________________________

             Asertif               Frustasi               Pasif              Agresif                      Kekerasan


TANDA DAN GEJALA

  • Marah
  • Muka merah
  • pandangan tajam
  • otot tegang
  • nada suara tinggi
  • berdebat
  • memaksakan kehendak
  • memukul jika tidak senang.

MASALAH KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai
3. Gangguan harga diri: harga diri rendah

POHON MASALAH

                                  Resiko mencederai,Orang lain


                                     Perilaku Kekerasan (CP)


                             Gangguan harga diri: harga diri rendah



DIAGNOSA
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
 Masalah: Perilaku kekerasan
 Pertemuan: Ke 1 (satu)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marahmarah
dan memecahkan piring dan gelas.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. TUK : 1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengidentifikasi penyebab marah
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi, nama saya Budi Anna. Panggil saya suster Budi. Namanya
siapa, senang dipanggil apa? Saya akan merawat Ali.
b. Evaluasi/ validasi
Ada apa di rumah sampai dibawa kemari?
c. Kontrak
 Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang
menyebabkan Ali marah
 Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di kamar
perawat?
 Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit
2. Kerja
 Apa yang membuat Ali membanting piring dan gelas?
Apakah ada yang membuat Ali kesal?
 Apakah sebelumnya Ali pernah marah?
Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
 Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab Ali marah-marah.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?
b. Evaluasi Obyektif
Coba sebutkan 3 penyebab Ali marah. Bagus sekali.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi, penyebab Ali
marah yang belum kita bicarakan.
d. Kontrak
Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan cara
marah yang biasa Ali lakukan.
Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita disini?
Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti. 

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah: Perilaku kekerasan
Pertemuan: Ke 2 (dua)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien dapat menyebabkan penyebab marah.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. TUK : 3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan klien
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat siang Ali.
b. Evaluasi/ validasi
 Bagaimana perasaan Ali saat ini?
 Apakah masih ada penyebab kemarahan Ali yang lain?
c. Kontrak
 Topik : Baiklah kita akan membicarakan perasaan Ali saat sedang marah
 Tempat : Mau di mana? Bagaimana kalau dikamar perawat?
 Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja?
2. Kerja
 Ali pada saat dimarahi Ibu (salah satu penyebab marah), apa yang Ali
rasakan?
 Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar-mandir?
 Lalu apa biasanya yang Ali lakukan?
 Apakah sampai memukul? Atau marah-marah?
 Ali, coba dipraktekkan cara marah Ali pada suster Budi. Anggap suster budi
adalah Ibu yang membuat Ali jengkel. Wah bagus sekali.
 Nah, bagaimana perasaan Ali setelah memukul meja?
 Apakah masalahnya selesai?
 Apa akibat perilaku Ali?
 Betul, tangan jadi sakit, meja bisa rusak, masalah tidak selesai dan akhirnya
dibawa ke rumah sakit
 Bagaimana Ali, maukah belajar cara mengungkapkan marah yang benar dan
sehat?
 Baiklah, waktu kita sudah habis.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?
b. Evaluasi Obyektif
 Apa saja yang kita bicarakan?
 Benar, perasaan marah. Apa saja tadi? Ya betul, lagi, lagi, oke.
 Lalu cara marh yang lama, apa saja tadi? Ya betul, lagi, oke.
 Dan akibat marah apa saja? Ya betul, sampai dibawa ke rumah sakit.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, sudah banyak yang kita bicarakan. Nanti coba diingat-ingat lagi
perasaan Ali sewaktu marah, dan cara Ali marah serta akibat yang terjadi.
Kalau di runah sakit ada yang membuat Ali marah, langsung beritahu suster.
d. Kontrak
 Waktu: Besok kita bertemu lagi jam 09.00, bagaimana cocok?
 Tempat: Bagaimana kalau disini lagi?
 Topik: Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat. Sampai
besok.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
 Masalah: Perilaku kekerasan
 Pertemuan: Ke 3 (tiga)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala marah, cara marah yang
biasa dilakukan serta akibat yang terjadi.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. TUK : 6. Memilih satu cara marah yang konstruktif
7. Mendemonstrasikan satu cara marah yang konstruktif
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1. Orientasi
 Salam terapeutik
Selamat pagi Ali.
 Evaluasi/ validasi
 Bagaimana perasaan Ali saaty ini? Wah bagus.
 Apakah ada yang membuat Ali marah sore dan malam kemarin?
 Bagaimana dengan perasaan, cara marah, dan akibat marahnya Ali, masih
ada tambahan (jika perlu ulang satu-satu).
2. Kontrak
 Topik : Ali masih ingat apa yang akan kita latih sekarang? Betul kita akan
latihan cara marah yang sehat.
 Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Baik disini saja seperti biasa
 Waktu : Mau berapa lama? 15 menit ya Ali.
3. Kerja
 Ali ada beberapa cara marah yang sehat, hari ini kita pelajari 1 cara
 Nah, Ali boleh pilih mau latihan nafas dalam atau pukul kasur dan bantal?
 Baiklah, kita latihan nafas dalam
 Jadi, kalau Ali kesal dan perasaan sudah mulai tidak enak segera nafas dalam
agar cara marah yang lama tidak terjadi.
 Caranya seperti ini, kita bisa berdiri atau duduk tegak. Lalu tarik napas dari
hidung dan keluarkan dari mulut.
 Coba ikuti suster, tarik dari hidung. Ya bagus, tahan sebentar, dan tiup dari
mulut. Oke, ulang sampai 5 kali.
4. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif

ASKEP (DPD) ujaulouta

DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
Jenis–Jenis Perawatan Diri
  1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
  1. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
  1. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
  1. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).

Faktor Penyebab

            Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung, kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C, 1998: 366). Menurut Carpenito, L.J (1998: 82) koping individu tidak efektif adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakadekuatan sumber-sumber (fisik, psikologis, perilaku atau kognitif). Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998: 312) koping individu tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntunan kehidupan dan peran.

         Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, individu yang mempunyai koping individu tidak efektif akan menunjukkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat memecahkan masalah terhadap tututan hidup serta peran yang dihadapi. Adanya koping individu tidak efektif sering ditunjukkan dengan perilaku (Carpenito, L.J, 1998:83; Townsend, M.C, 1998:313) sebagai berikut:


Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
  1. Kelelahan fisik
  2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
  1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
  1. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
  1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
  1. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
  1. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
  1. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
  1. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
  1. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
  1. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
  1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
  1. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.



Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang .
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat




Rentang Respon

Respon adaptif                                                                                            respon maladaptif



  ______________________________________________________________
Aktualisasi diri       konsep diri positif         HDR     kerancuan identitas       depersonalisasi





 Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi
Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
  1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
  1. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
  1. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.


 Pohon Masalah
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

                                               Defisit perawatan diri                       core problem


 Isolasi sosial


Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu:
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri.
3. Isolasi Sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC